Selasa, 14 Oktober 2014

Madrasah di Singapura Studi kasus: Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyah


PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Islam hadir di Asia Tenggara sebagai agama yang mempunyai sifat akomodatif dengan karakteristik yang berbeda dalam hal penyampaian serta penyebarannya jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Asia tenggara. Kata kunci untuk memahami Sejarah Islam di Asia Tenggara adalah Kompleksitas, Islam tiba di Wilayah Asia Tenggara melalui suatu proses damai yang berlangsung selama berabad-abad, yang lazim diketahui adalah Islam masuk ke wilayah Asia Tenggara melalui para pedagang, baik dari Arab, Cina maupun Gujarat. Kerajaan-kerajaan Islam pun tidak luput dari peranannya dalam menyebarkan agama Islam, masing-masing menyebarkan kekuasaan salah satunya untuk menyebarkan Islam. Tidak banyak terjadi penaklukan militer, pergolakan politik atau pemaksaan struktur kekuasaan dan norma-norma dari luar negeri.
Dalam penyebarannya di seluruh Asia Tenggara, Islam juga menghadapi kompleksitas geografis kawasan Asia Tenggara dengan berpulau-pulau, setidaknya Islam tumbuh dan menyebarkan pengaruhnya ke seluruh kepulauan.Islam masuk ke Singapura tidak dapat dipisahkan dari proses masuknya Islam ke Asia Tenggara secara umum, karena secara geografis Singapura hanyalah salah satu pulau kecil yang terdapat di tanah Semenanjung Melayu.[1]
Seiring dengan berjalannya waktu, Islam di Singapura dalam perkembangannya bukan hanya pada aspek dinamika dan kuantitas, tetapi juga merambah kepada aspek pendidikan seperti berdiri dan adanya lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti Pesantren dan Madrasah yang berada di Singapura.
Diantara Lembaga-lembaga Pesantren dan Madrasah di Singapura itu adalah berdirinya Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyyah sebagai lembaga pendidikan Islam di Singapura yang bersifat modern dalam perkembangannya.

Pembatasan Masalah
Agar mudah dipahami dan menghindari melebarnya pembahasan, sesuai dengan judul yang ditulis dan tercantum, yaitu “Madrasah di Singapura Studi kasus:Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyah ” maka yang menjadi pokok permasalahnnya adalah Bagaimana sejarah dan Perkembngan Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyah ?adapun yang menjadi fukus pembasanyanya adalah:Sekilas tentang Singapura, sejarah dan perkembangan Islam disana.Latar belakang Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyah (akar historisnya).pembahaasanmengenai Akademik dan Kurikulum. Dan Pengaruh atau peranan Al-Irsyad di salah satu bidang.

PEMBAHASAN
Sekilas Tentang Singapura
Singapura adalah sebuah pulau yang terletak diujung Semenanjung Tanah Melayu, yang awalnya bernama "Pulau Ujung" (Pu-Lo-Chung), "Salahit" atau Selat, dan berikutnya Temasek", "Tumasik"(Jawa), "Tam-ma-sik" (China). Istilah Singapura sendiri muncul pada tahun 1299 ketika Pangeran Sang Nila Utama singgah di pulau ini dan menemukan seekor binatang seperti Singa,  sehingga pulau itu disebut Lion City (Kota Singa). Versi lain mengatakan bahwa pada abad ke-14 pulau ini menjadi tempat singgahnya para pedagang Majapahit sehingga Singapura berarti “kota” (Pura) “singgah” (Singgah).[2]
Sebagai sebuah negara imigran yang era modernnya selalu dihitung sejak Stamford Raffles menemukannya pada tahun 1819, serta mendapatkan kemerdekaan penuhnya pada 9 Agustus 1965 dan selanjutnya bergabung menjadi salah satu anggota PBB dengan presiden pertama Yusof bin Ishak. Penduduk negara pulau ini adalah multi etnis. Dari jumlah penduduk 4.131.200 jiwa, etnis China sebanyak 79.7%, Melayu 13.9%, India 7.9%, dan etnis lain sekitar 1.5%. Dengan demikian etnis China adalah etnis mayoritas, disusul Melayu dan India. Etnis melayu sebagian besar berasal dari imigran Sulawesi, Bawean, dan lain-lain. Menurut Ali Kettani pada tahun 1980 menunjukan bahwa jumlah penduduk Singapura 2.414.000 orang, diantaranya 400.000 adalah Muslim atau 17% penduduk. Dalam sensus 1980, dari 400.000 muslim, sekitar 360.000 adalah Melayu, 34.000 India, 6.000 China.[3]
Singapura menganut sistem sekuler, di mana pemerintah menerapkan netralitas terhadap semua agama yang ada. Berdasarkan hasil sensus tahun 2000, diketahui bahwa penduduk Singapura yang berumur di atas 15 tahun menganut beberapa agama, yaitu Budha 42.5%. Islam 14.9%, Kristen 14.6%, Tao 8.5%, Hindu 4.0% dan agama lain (Yahudi, Zoroaster, dan lain-lain 0.6%). Kecuali itu, masih ada sekitar 14.8% yang tidak memiliki atau menganut agama tertentu.
Sampai sekarang ini belum ditemukan bukti-bukti yang jelas kapan pertama Islam masuk ke Singapura, tetapi berdasarkan perkiraan, sezaman dengan masa-masa aktifnya para pedagang muslim di Malaka. Karena pada abad ke-8 para pedagang muslim ini telah sampai ke Kanton, China yang kemungkinan besar akan selalu singgah di pulau-pulau yang telah berpenduduk di semenanjung tanah-tanah melayu. Di samping sebagai pedagang para muslim ini, tampaknya telah menjadi guru-guru agama serta imam di tengah-tengah kelompok masyarakat setempat, tokoh Abdullah Bin Abdul Kadir Munsyi merupakan salah satu dari sekian pedagang asing (asal Ceylon) yang menjadi kenyataan seperti itu. Mereka mengajarkan Al-qur’an dan madrasah-madrasah sehingga orang-orang kampung senang pada kegiatan macam itu, sampai ia memperistri penduduk setempat.[4]
Sejak abad ke-15, pedagang Muslim menjadi unsur penting dalam perniagaan wilayah Timur, tak terkecuali Singapura. Beberapa pedagang di antaranya ada yang menetap dan menjalin hubungan perkawinan dengan penduduk setempat. Lama kelamaan membentuk suatu komunitas tersendiri. Dalam komunitas muslim ini juga sudah terdapat sistem pendidikan agama di rumah-rumah, yang kemudian dilanjutkan di surau-surau dan mesjid. Pada tahun 1800-an kampung Glam dan kawasan Rocor menjadi pusat pendidikan tradisional. Dalam hal ini guru-guru dan imam mereka sangat berpengaruh dalam mempraktekkan agama dan upacara-upacara sosial keagamaan. Dengan demikian guru-guru dan imam sangat penting peranannya dalam memupuk penghayatan keagamaan pada masyarakat Muslim Singapura. Sama dengan halnya Muslim di kawasan Asia Tenggara lainnya, Muslim Singapura pada masa awal menganut mazhab Syafi’i dan berpaham teologi Asy’ariyah.
Pada fase awal, Islam yang disuguhkan kepada masyarakat Asia Tenggara lebih kental dengan nuansa tasawuf. Karena itu, penyebaran Islam di Singapura juga tidak terlepas dari corak tasawuf ini. Buktinya pengajaran tasawuf ternyata sangat diminati oleh ulama-ulama setempat dan raja-raja Melayu. Kumpulan tarekat sufi terbesar di Singapura yang masih ada sampai sekarang ialah Tariqah ‘Alawiyyah yang terdapat di Masjid Ba’lawi. Tarekat ini dipimpin oleh Syed Hasan bin Muhannad bin Salim al-Attas.[5]
Islam di Singapura tidak terbatas pada ortodoksi tradisinya, sufisme adalah yang terpenting.[6] Islam tarekat menemukan jalannya ke kepulauan timur pada saat yang hampir sama dengan yang dilakukan Islam ortodoks, menurut Snouck Horgronje, dan juga disebarkan oleh para pedagang Arab yang bercampur baur dengan penduduk lokal. Apa jenis Islam yang dianut oleh seseorang, banyak ditentukan oleh latar belakang sosialnya. Pada umumnya Muslim Melayu yang miskin dan buta huruf mempunyai konsep tentang Islam, baik itu bersifat mistis atau bukan yang sangat bercampur baur dengan adat lokal. Tentu saja ortodoksi yang terdidik memandang praktek-praktek ini dengan cemas dan dengan demikian menjadikan mereka menjadi objek aktivitas dakwah mereka.
Selain tarekat itu ada juga dijumpai tarekat  Al-Qadiriyyah Wa al Naqshabandiyyah yang berpusat di Geylang Road yang dikelola oleh organisasi PERTAPIS (Persatuan Taman Pengajian Islam). Tarekat ini berasal dari Suryalaya, Tasik Malaya, Jawa Barat. Gurunya bernama K.H Ahmad Tajul ‘Ariffin dan Haji Ali bin Haji Muhammad. Tarekat lainnya yang diamalkan di Republik Singapura ialah Al-Shaziliyyah, Al-Idrisiyyah, Al-Darqawiyyah dan Al-Rifa’iyyah.[7] Selain tarekat Naqsyabandiyah, di Singapura juga berkembang tarekat Muhammadiyah. Pendirinya, Syekh Muhammad Suhaimi bin Abdullah, memilih Singapura sebagai tempat tinggalnya selama 40 tahun. Setelah beliau meninggal, tarekat ini disebarluaskan oleh anak cucunya dan para ‘khalifah’ yang telah dilantik oleh Syekh Suhaimi sendiri. Tarekat ini kemudian menjadi terkenal di tangan Ustadz Ashari bin Muhammad, pendiri dan pemimpin Darul Arqam.
Sewaktu Thomas Stamford Raffles bertindak sebagai perwakilan dari Perusahaan India Timur Inggris (PIT, English East Indies) menandatangani perjanjian perdagangan dengan pemimpin Singapura pada January 1819, mayoritas penduduk Singapura adalah kelompok etnis Melayu. Namun demikian kebijakan dan fasilitas baru yang diciptakan Rafles mengubah komposisi masyarakat Singapura, khususnya setalah dilakukan impor buruh dan tenaga migran dalam skala besar dari China.
Singapura merupakan bagian dari negara Muslim Johor dulunya, akan tetapi pada akhir tahun 1824 Ingris memaksakan perjanjian dan mendesak Kesultanan Johor untuk menyerahkan Singapura kepada Inggris. Pada saat Singapura baru dikuasai Inggris, saat itu berpenduduk sedikit dengan mayoritas Islam melayu, akan tetapi Inggris segara mengambil kebijakan untuk membebaskan sebanyak banyaknya para imigran yang kebanyakan beretnis Cina untuk bermigrasi ke Singapura, dan mayoritas imigran Cina itu non muslim.
Sejauh menyangkut penyebaran syiar Islam, Singapura juga berperan sebagai tempat penerbitan buku-buku keislaman seperti Tarjuman al-Mustafid karya Adul Rauf al-Singkili, Hidayat al-Salikin dan Sayr al-Salikin karya Imam al-Ghazali dan banyak lagi lainnya.[8] Yang lebih penting lagi adalah bahwa Singapura juga berperan sebagai pusat dakwah dan informasi bagi kaum reformis.
Pada tahun 1876 orang-orang Jawi Peranakan mulai menerbitkan surat kabar dan majalah Melayu yang digunakan sebagai pengajaran di sekolah-sekolah Melayu. Mereka mensponsori penerbitan roman-roman dan puisi Melayu dan menterjemahkan teks-teks keagamaan Arab. Mereka berusaha untuk mensejajarkan bahasa Melayu dengan bahasa Inggris dan menyerap bahasa Arab ke dalam bahasa Melayu. Syekh Muhammad Tahir (1867-1957), yang telah belajar di Mekkah dan menyerap pemikiran-pemikiran Abduh, menerbitkan majalah Al-Imam di Singapura. Al-Imam mencoba membangkitkan umat Islam akan pentingnya pendidikan.
Al-Imam menekankan pentingnya pemakaian akal dalam persoalan-persoalan keagamaan dan menantang keyakinan dan praktek-praktek adat. Orang-orang Arab, Jawi Peranakan dan orang-orang Melayu, juga telah mensponsori rekonsiliasi reformisme Islam dan orde-orde Naqsyabandiyah dan Qadiriyah dari Mekkah dan Kairo. Dari Singapura pembaharuan Islam menyebar ke bagian-bagian lain Asia Tenggara melalui perdagangan, haji dan gerakan para mahasiswa, para guru agama dan sufi. Peran terkemuka Singapura dan Penang dengan demikian adalah sebagai perantara-perantara budaya; menerjemahkan kemurnian baru, rasionalisme dan vitalitas Islam ke dalam bahasa Melayu dan juga ke dalam istilah-istilah yang relevan dengan kerangka lokal, Nusantara-Melayu.[9]
Pada pertengahan abad ke-19, ketika pemerintah Hindia-Belanda membatasi dan melakukan represi terhadap calon jemaah haji, banyak di antara mereka yang menggunakan Singapura sebagai pilihannya. Karena perlunya pengaturan bagi perjalanan haji, pada tahun 1905 Dewan Legislatif mengeluarkan sebuah ordonansi sebagai landasan pengaturan dan pengawasan agen perantara perjalanan haji. Dan mengharuskan para agen perjalanan haji untuk memiliki surat izin.[10]
Sebagai sebuah negara imigran yang era modernnya selalu dihitung sejak Stamford Raffles menemukan pada tahun 1819, mendapatkan kemerdekaan penuhnya pada 9 Agustus 1965 dan selanjutnya bergabung menjadi salah satu anggota PBB dengan presiden pertama Yusof bin Ishak.
Sejak awal abad ke-20, warga Muslim, khususnya keturunan Arab dan India, mulai dilibatkan dalam berbagai dewan pekerja Inggris. Karena banyaknya keluhan yang berkaitan dengan tindakan salah urus di dalam badan-badan keagamaan, maka pada tahun 1905 ditetapkan Mahomedan and Hindu Endowment Board (Dewan Penyokong Bagi Pemeluk Islam dan Hindu), yang dimaksudkan untuk mengatur masalah wakaf. Dewan ini berjalan sampai tahun 1941 dan diaktifkan kembali tahun 1946. Setelah tahun 1948 diangkat dua orang dari wakil komunitas Muslim. Pada tahun 1952 Dewan ini diubah namanya menjadi Muslim and Hindu Endowment Board. Dan berlangsung sampai pembubarannya pada tahun 1968. Tonggak berikutnya pada tahun 1951 dibentuk Mohamedan Advisory Board (Dewan Penasehat Urusan Muslim), yang dimaksudkan sebagai badan yang memberikan nasehat-nasehat kepada pemerintah mengenai persoalan-persoalan komunitas Muslim.[11]
Pada tahun 1963, Singapura bergabung dengan Malaysia sebagai salah satu dari 14 negara. Namun persatuan ini tidak berlangsung lama. Demikianlah, perjanjian ditandatangani bagi  Singapura untuk melepaskan diri sebagai Republik merdeka. Perjanjian ini efektif pada 9 Agustus 1965, hingga menciptakan satu minoritas Islam baru di Singapura[12]. Pemisahan Singapura dari Negara Federasi Malaysia merupakan pengalaman pahit bagi masyarakat melayu dan peristiwa ini merupakan malapetaka karena Singapura telah dipisahkan dari saudaranya sesama Melayu.
Pemerintahan Inggris melakukan berbagai usaha modernisasi dalam bidang perdagangan dan ekonomi, sejak Singapura berdiri sendiri menjadi republik dengan membuka peluang migrasi tenaga yang lebih cakap daripada pelbagai suku, khususnya etnik China, India dan dari barat lainnya[13].Akibatnya etnik Melayu yang pada mulanya mayoritas semakin terdesak hingga akhirnya menjadi minoritas dengan persentase jumlah penduduk.
           
Latar Belakang Lahirnya Al-Irsyad dan Akar Historisnya
Pekojan merupakan daerah multi etnis pada tahun 1900. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan terdapatnya dua komunitas imigran Arab dan Cina. Tentu saja kedatangan atau keberadaan mereka bedasarkan hasil keturunan dan menetap lama di Pekojan. Atau mereka singgah ke daerah tersebut untuk melakukan perdagangan. Pekojan terletak di kelurahan Pekojan, Tambora Jakarta Barat.
Pekojan merupakan tempat enterport sementara bagi para pendatang Arab yang berasal dari Hadramaut, Yaman. Jadi, para pendatang Arab yang sudah tiba di Jakarta (Batavia saat itu), harus tinggal di daerah ini untuk sementara waktu.[14] Hal tersebut merupakan suatu kebijakan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah Belanda. Mungkin saja pada saat itu Batavia sudah menjadi daerah pusat ekonomi atau kawasan urbanisasi (imigran) baik dari dalam negeri maupun luar negeri untuk mengadu nasib di Batavia. Dapat kita bayangkan, kebijakan pemerintah Belanda itu untuk mengatur arus jumlah penduduk yang makin lama semakin naik atau padat penduduk. Baik dari orang-orang pribumi lainya, Cina, India dan Arab. Apalagi Sunda Kelapa, namanya sudah tersohor sebagai pusat perdagangan internasional di pulau Jawa Barat, setelah Banten.[15] Jadi, para pedagang atau mubaligh dari Hadramaut sebelum melakukan perjalanan ke daerah lain, maka para pendatang tersebut harus tinggal sementara di Kampung Pekojan, serta harus memiliki paspor jika ingin keluar atau pindah dari daerah tersebut.
Dalam perkembangannya, masyarakat atau kelompok orang-orang Arab Hadramaut, secara tidak langsung maupun langsung pastinya terjalin interaksi dengan orang-orang atau peduduk lokal setempat. Hal tersebut, dampak dari kebijakan enterport sementara oleh pemerintah Belanda. Dikutip dari buku, “Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942,” buah pena Deliar Noer, “kedatangan orang-orang Arab di Jakarta pada saat itu, untuk mengadu nasib atau mencari peruntungan dalam bidang perdagangan.” Jadi, pada saat itu (awal 1900an), motif kedatangan Hadramaut tidak lain hanya untuk berdagang.[16]
Kemudian, setelah lama mengadakan interaksi dengan penduduk lokal, maka terjadilah perkenalan, perkawinan antara orang atau pedagang Arab dengan penduduk lokal. Kehadiran para pedagang Arab ini, terdiri dari anak muda. Peran khafilah (pedagang) Arab waktu itu adalah mengikuti atau berpartisipasi dengan penduduk lokal dari aspek agama dan bidang pendidikan. Perlu kita ketahui juga bahwa dalam perkembanganya, terdapat struktur lapisan masyarakat Arab ini terdiri dari golongan Sayid (mengakui bahwa garis ganeologi keturunannya nabi Muhammad) dan golongan Non Sayid (golongan masyarakat biasa). Dari perkembangan kedua golongan tersebut, mengalami polemik kontroversi dari pihak golongan Sayid, sebab apa benar pedagang atau ulama Arab Sayid itu benar-benar keturunan Nabi atau sebagai simbolis seseorang untuk dikagumi oleh penduduk lokal. Bahkan kontroversi itu sendiri tidak hanya ditentang oleh golongan Non Sayid (masih berketurunan Arab), dan juga oleh para penduduk lokal yang berfikir modern. 
Dalam perkembangannya, Madrasah Al-Irsyad Islamiyah lahir dari perpecahan intern dalam tubuh Jamiat Al-Khaer. Hal tersebut dibuktikan atau ditandai dengan pendapat-pendapat kedudukan seorang sayid. Golongan sayid ini ingin selalu dihormati oleh penduduk lokal. Kemudian masalah perkawinan, golongan sayid selalu mencari pasangan isteri dari kalangan syarifah (keturunan wanita yang mengakui keturunan Nabi Muhammad dari garis keturnan Fatimah).[17]
Kemudian permasalahan lainya adalah tradisi mencium tangan. Menurut golongan sayid, “Jika kelompok sayid bertemu dan bersalaman kepada Non Sayid maka ia harus menciun tangannya. Maka dari kedua contoh tersebut, Jamiat Khear mengalami degradasi perpecahan. Bahkan sebagaian ulama yang dahulunya ikut juga berperan memajukan sekolah Islam pertama ini, keluar dan mendirikan sekolah Islam baru yang bernama Al-Irsyad. Sebenarnya dari kedua masalah konflik tadi yang telah dijelaskan, perihal perkawinan dan mencium tangan merupakan kesalah pahaman menafsirkan golongan sayid merupakan golongan yang tertinggi dalam lapisan masyarakat, sedangkan para ulama modern seperti Ahmad Soekarti. Pada prinsipnya, bahwa manusia di mata Allah adalah sama, hanya yang berbeda ialah pengalaman dan ibadah (ketaqwaannya)

Sejarah dan Perkembangan Al-Irsyad Al-Islamiyah di Singapura
Dalam sejarah Islam, Madrasah[18] sudah menjadi fenomena menonjol sejak awal abad 11-12 M (abad 5 H). Khususnya ketika wazir Bani Saljuk Nizam al-Mulk mendirikan Madrasah Nizamiyyah di Baghdad. Kebanyakan penulis Islam juga membuktikan bahwa lembaga pendidikan itu merupakan salah satu bentuk khas dari tradisi pendidikan Islam, terutama di kalangan kaum Sunni. Sebelum pertumbuhan madrasah, praktek-praktekpendidikan Islam lebih banyak dilakukan di masjid-masjid dan kuttab-kuttab di samping beberapa pusat studi seperti Dar al-Hikmah.[19]
Mengenai Sejarah awal munculnya pendidikan Islam di Singapura tidak dapat diketahui dengan pasti. Yang jelas pendidikan Islam telah ada pada fase awal kedatangan Islam ke Singapura itu sendiri. Pendidikan Islam di Singapura di sampaikan para ulama yang berasal dari negeri lain di Asia Tenggara atau dari negara Asia Barat dan dari benua kecil India. Para ulama tersebut diantaranya ialah Syaikh Khatib Minangkabau, Syaikh Tuanku Mudo Wali Aceh, Syaikh Ahmad Aminuddin Luis Bangkahulu, Syaikh Syed Usman bin Yahya bin Akil (Mufti Betawi), Syaikh Habib Ali Habsyi (Kwitang Jakarta), Syaikh Anwar Seribandung (Palembang), Syaikh Mustafa Husain (Purba Baru Tapanuli), Syaikh Muhammad Jamil Jaho (Padang Panjang) dan lain-lain.[20]
Seperti di negara lain, pendidikan agama Islam di Singapura dijalankan mengikuti tradisi dan sistem persekolahan modern. Sistem tradisional, mengikuti pola pendidikan Islam berdasarkan sistem persekolahan pondok di Malaysia dan Patani atau pesantren di Indonesia.
Adapun sistem modern adalah melalui sistem sekolah yang merujuk ke Mesir dan Barat, yang dikenal dengan madrasah, sekolah Arab atau sekolah Agama. Salah satu Lembaga Pendidikan Islam yang ada di Singapura adalah Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyah yang berdiri pada tahun 1947. Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyah didirikan sebagai Mahadul Irsyad di Hindhede Road (off Upper Bukit Timah Road) dimana desa yang disebut Kampung Quarry dulu. Itu awalnya sebuah sekolah di desa kecil dan sekitar ada 50 siswa dan didirikan untuk menyediakan pengetahuan dasar tentang Al-Qur’an kepada penduduk desa.[21] Awal sistem pendidikannya diadopsi dari Johor, Malaysia, tetapi mulai dari 1965, tidak seperti madrasah lain seperti Al-Junied dan Alsagoff, Al-Irsyad tidak di danai oleh orang Arab yang kaya, mereka berjuang untuk mengumpulkan dana dalam pemeliharaan sekolah sejak didirikan. Menurut Ustadz Idris Bin Haji Ahmad, para Kepala Mahadul Irsyad pada 1950-an dan 1960-an, guru dan penduduk desa dianjurkan untuk mengumpulkan dana dalam mendirikan dan mengurus madrasah ini.[22]
Pada perkembangan selanjutnya, tepatnya pada tahun 1991. Banyak desa dan salah satunya desa yang di tempati madrasah al-Irsyad al-Islamiyyah.[23] Banyak dipengaruhi oleh proyek-proyek pembangunan kota kembali, memang awalnya madrasah al-Irsyad al-Islamiyyah adalah merupakan sekolah tua yang tidak terpakai. Hingga tahap tahun 1991-1996, madrasah ini mempunyai siswa sekitar 400 orang,[24] pada saat itu juga madrasah ini berada dibawah pengelolaan MUIS (Majlis Ugama Islam Singapura). Pada tahun 1998 siswa madrasah ini kian meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya yakni mencapai 900 siswa.[25]
Pada tahap perkembangan selanjutnya, Al-Irsyad Islamiyyah Singapura sekolah yang tidak ada hubungannya dengan Al-Irsyad Indonesia merupakan sekolah independen atau swasta yang dikelola oleh warga Singapura muslim dengan manajemen yang lebih modern dan berwawasan global.  Dan masyarakat Singapura etnis melayu. Berharap banyak dapat menimba ilmu dalam pengelolaan sekolah Islam yang berwawasan global.[26]

Akademik dan Kurikulum
Lembaga pendidikan Islam (madrasah) di Singapura dikelola secara modern dan profesional, dengan kelengkapan perangkat keras dan lunak. Dari seluruh madrasah Islam sebanyak enam buah, seluruhnya di bawah naungan Majelis Ugama Islam Singapura (MUIS), sistem pendidikan diterapkan dengan memadukan ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum. Keenam madrasah itu adalah madrasah Al-Irsyad Al-Islamiah, madrasah Al-Maarif Al-Islamiah, madrasah Alsagoff Al-Islamiah, madrasah Aljunied Al-Islamiah, madrasah Al-Arabiah Al-Islamiah, dan madrasah Wak Tanjong Al-Islamiah. Selain pendidikan agama Islam, siswa juga belajar tentang subjek umum. Para siswa mempelajari agama Islam sementara mereka juga mempelajari subjek-subjek non Islam.  Madrasah Al Irsyad Al Islamiah di Singapura menjadi contoh pendidikan Islam yang sejalan dengan dunia modern di negeri singa tersebut.[27]
Kurikulum yang dipakai di Madrasah Al Irsyad Al Islamiah memadukan materi pendidikan lokal dan internasional bernapas Islam dalam kegiatan belajar mengajar. Bahasa Inggris menjadi bahasa pengantar yang dominan, baik di dalam kelas maupun di laboratorium komputer, laboratorium ilmu pengetahuan, maupun perpustakaan.[28]Para siswa diajarkan berbagai mata pelajaran dalam pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab. Mata pelajaran lainnya menyesuaikan dengan mata pelajaran dasar sekolah negari, seperti Bahasa Inggris, Bahasa Melayu, Matematika, dan lain-lain.Selain para siswa mempelajari agama Islam sementara mereka juga mempelajari subjek-subjek non Islam, membuat madrasah Al-Irsyad Al Islamiah di Singapura menjadi contoh pendidikan Islam yang sejalan dengan dunia modern di negeri singa tersebut.
Madrasah yang didirikan oleh Ahmad Soorkati dan berkembang pesat di Singapura sebagai sekolah berdasarkan Islam yang modern memiliki kurikulum pembelajaran ganda, selain belajar agama Islam, para siswanya juga mempelajari ilmu-ilmu modern sains dan teknologi, sehingga madrasah Al Irsyad Al Islamiah di Singapura menjadi contoh pendidikan Islam yang sejalan dengan dunia modern di negeri singa tersebut. Saat di kelas, siswa mempelajari subjek agama seperti halnya mata pelajaran lain, seperti Bahasa Inggris, Matematika, dan mata pelajaran lain sesuai kurikulum nasional. Demi mengakomodasi kurikulum ganda, Islam dan nasional, sekolah memiliki waktu sekolah tiga jam lebih panjang dari pada sekolah umumnya. Madrasah Al Irsyad menempati urutan pertama dari enam madrasah yang ada di negeri Singa tersebut. Selain menganut kurikulum modern, institusi pendidikan Islam tersebut juga memiliki titik utama sebagai Islamic Center dari Dewan Agama Islam Singapura, dewan penasihat yang memberi masukan kepada pemerintah perihal urusan menyangkut Muslim.[29]
PendidikanbahasaInggrismenjadipintu-pintulapangankerja yang terpandangdalamposisirendahbirokrasikolonial, perusahaandantoko-tokoInggris, serta bank-bank.Sejakpertengahanabad ke-19, golonganJawi-Peranakan, melaluiprioritasnyapadapendidikan, merekasangataktifdalampenerbitan, jurnalismedanmempromosikanbahasaMelayu yang merekakuasai[30].
Seperti sekolah-sekolah nasional, sekolah pendidikan dasar di Irsyad membutuhkan waktu enam tahun. Namun, karena mata pelajaran agama di  al-Irsyad lebih banyak, siswa belajar di atas mata pelajaran utama, jam pelajaran siswa sekolah al-Irsyad berakhir pada sekitar 4:00 sore.
Siswa-siswa belajar mata pelajaran umum juga seperti bahasa Inggris, Matematika, Sains dan Melayu di sekitar dengan cara yang sama. Mereka menggunakan buku teks yang sama, duduk dan menggunakan bahasa Inggris sebagai media bahasa.Untuk mata pelajaran Agama, media bahasa Inggris dan juga buku yang ditulis itu kebanyakan  diproduksi oleh MUIS. Silabus ini berfokus pada pengembangan identitas Islam dan karakter. Namun, masih ada penekanan pada siswa untuk melengkapi dengan landasan bahasa Arab yang kuat.
Memang Selain pendidikan agama Islam, siswa juga belajar tentang subjek umum
Singapura. Para siswa mempelajari agama Islam sementara mereka juga mempelajari subjek-subjek non Islam, membuat madrasah Al Irsyad Al Islamiah di Singapura menjadi contoh pendidikan Islam yang sejalan dengan dunia modern di negeri singa tersebut."Ini seperti halnya American Idol," ujar Razak Mohamed Lazim, kepala Al Irsyad seperti yang dikutip oleh New York Times, 23 April. Di dalam sekolah siswa memulai harinya dengan doa dan puja-puji shalawat terhadap Nabi Muhammad SAW. Saat di kelas, siswa mempelajari subjek agama seperti halnya mata pelajaran lain, seperti Bahasa Inggris, Matematika, dan mata pelajaran lain sesuai kurikulum nasional seperti yang disebutkan di atas.
Madrasah Al Irsyad Al Islamiah sendiri memiliki total siswa 900 orang seperti yang disebutkan diatas dalam kurun waktu tahun 1996-1998, mulai dari tingkat dasar hingga menengah. Demi mengakomodasi kurikulum ganda, Islam dan nasional, sekolah memiliki waktu sekolah tiga jam lebih panjang dari pada sekolah umumnya. Madrasah Al Irsyad menempati urutan pertama dari enam madrasah yang ada di negeri Singa tersebut.
Selain menganut kurikulum modern, institusi pendidikan Islam tersebut juga memiliki titik utama sebagai Islamic Center dari Dewan Agama Islam Singapura, dewan penasihat yang memberi masukan kepada pemerintah perihal urusan menyangkut Muslim.
Al Irsyad dipilih untuk menjadi pusat "percontohan" ujar Razak yang juga menjadi anggota Dewan Agama tersebut. Muslim di Singapura diperkirakan mencapai 450 ribu hingga 500, menjadi 14 hingga 15 persen dari total populasi.
Banyak lulusan dari Al Irsyad mengaku beruntung bersekolah di institusi tersebut. Ada yang menjadi pegawai pemerintahan, beberapa lagi menjadi guru dan ada pula yang bekerja di layanan sipil. Keseimbangan antara mata pelajaran Islam dan umum sangat membantu siswa menjalani hidup normal bila dibanding dengan siswa madrasah lain.
Madrasah di Singapura mengalami peningkatan popularitas pada tahun 1990-an sejalan dengan ketertarikan baru terhadap Islam. Hanya saja peningkatan itu sedikit menurun dengan miskinnya pendidikan non-religius dalam mata pelajaran madrasah, hal yang sempat menjadi perhatian negara.
Pada tahun 2003, pemerintah Singapura membuat kewajiban standar pendidikan sekolah dasar untuk diikuti semua sekolah umum, mengikutkan madrasah juga, dan memberi target agar setiap sekolah memberikan standar dasar hingga tahun 2010 dan tahun-tahun yang akan datang. Jika mereka gagal, mereka harus menghentikan memberikan pendidikan dasar kepada anak-anak.
Menurut  ujar Mukhlis Abu Bakar, ahli pendidikan madrasah di Institut Pendidikan Nasional, sekaligus guru di Al Irsyad, Peraturan tersebut memaksa madrasah mengganti kurikulum mereka tak sekedar murni sekolah agama. Dilihat sebagai model pendidikan Islam yang segelombang dengan dunia modern, Al-Irsyad kini bahkan menjadi model bagi banyak sekolah serupa di kawasan Asia Selatan.
Dua madrasah di Indonesia pun mengacu pada kurikulum Al Irsyad. Institusi itu baru-baru ini juga melakukan perbincangan kerjasama dengan madrasah Filipina dan Thailand dalam hal transfer model kurikulum modern.[31] "Dunia Muslim secara umum tengah berjuang dalam pendidikan Islam,"ujar Razak. "Dalam banyak kasus, itu juga tantangan yang dihadapi dunia Muslim, Karena sering kali kita lupa tidak memasukkan kebutuhan Islam sebagaikeyakinan yang harus hidup dan berinteraksi di tengah-tengah komunitas lain dan agama lain," ujarnya.[32]


Pengaruh atau peranan Al-Irsyad di salah satu bidang
Sebagai lembaga pendidikan, al-Irsyad al-Islamiyyah memiliki peran penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan Islam di masyarakat Singapura, kurang lebih sampai tahun 1998 seperti yang disebutkan di atas sekitar 900 orang telah merasakan pendidikan madrasah di al-Irsyad al-Islamiyyah.
Perkembangan dan pengaruh al-Irsyad al-Islamiyyah ini sebagai lembaga pendidikan Islam tidak hanya terbatas pada aspek pendidikan murni seperti jumlah murid atau pelajar yang telah dibina serta lulusan-lulusan yang melanjutkan ke perguruan tinggi.Al-Irsyad al-Islamiyyah juga berhasil menumbuhkan semangat keislaman dan ilmu-ilmu non-islam secara modern, sehingga banyak lulusan-lulusannya yang bisa bersaing dilapangan pekerjaan, bahkan ada yang menjadi pegawai pemerintahan di Singapura.
Pada peranannya, selain pendidikan formal madrasah pun, juga memberikan bekal pengetahuan agama yang membentuk watak beriman dan bertakwa. Untuk itu, keberadaannya di tengah masyarakat sangat dibutuhkan guna mendukung akselerasi peningkatan kualitas sumber daya manusia. Apalagi saat ini madrasah di Singapura salah satunya al-Irsyad al-Islamiyyah sudah cukup maju dengan melengkapi fasilitasnya sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman, sehingga diharapkan lulusannya mampu bersaing dengan kualitas yang memadai.[33]

KESIMPULAN
Dalam uraian pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa salah satu hal yang menyebabkan majunya sebuah negara adalah diperhatikannya masalah pendidikan di negara tersebut. Singapura sekarang ini banyak kemajuan. Pendidikan Islam di Singapura di sampaikan para ulama yang berasal dari negeri lain di Asia Tenggara atau dari negara Asia Barat dan dari benua kecil India.
Pendidikan agama Islam di Singapura dijalankan mengikuti tradisi dan sistem persekolahan modern. Sistem tradisional, mengikuti pola pendidikan Islam berdasarkan sistem persekolahan pondok Malaysia dan Patani atau pesantren di Indonesia. Adapun sistem modern adalah melalui sistem sekolah yang merujuk ke Mesir dan Barat, yang dikenal dengan madrasah, sekolah arab atau sekolah agama. Singapura mempunyai 6 Madrasah yang terkenal, diantaranya al-Irsyad al-Islamiyyah yang terletak di Hindhede Road (off Upper Bukit Timah Road), al-Irsyad merupakan lembaga pendidikan Islam yang dulunya mengadopsi kurikulum pendidikan di Johor hingga modern sampai sekarang.
Perkembangan dan pengaruh al-Irsyad al-Islamiyyah ini sebagai lembaga pendidikan Islam tidak hanya terbatas pada aspek pendidikan murni seperti jumlah murid atau pelajar yang telah dibina serta lulusan-lulusan yang melanjutkan ke perguruan tinggi.Al-Irsyad al-Islamiyyah juga berhasil menumbuhkan semangat keislaman dan ilmu-ilmu non-islam secara modern, sehingga banyak lulusan-lulusannya yang bisa bersaing dilapangan pekerjaan, bahkan ada yang menjadi pegawai pemerintahan di Singapura. Apalagi saat ini madrasah di Singapura salah satunya al-Irsyad al-Islamiyyah sudah cukup maju dengan melengkapi fasilitasnya sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman, sehingga diharapkan lulusannya mampu bersaing dengan kualitas yang memadai.

DAFTAR  PUSTAKA


Sumber Buku :
-          Shalaby, Ahmad. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang. 1973.
-          Abdullah,Taufik dan Sharon Siddique (ed.). TradisidanKebangkitan Islam diAsiaTenggara. Terj. RochmanAchwan. Jakarta: LP3ES. 1988.
-          Muzani,Saiful(ed). Pembangunan danKebangkitan Islam Asia Tenggara. Terj. SaifulMuzanidan AbduhHisyam. Get 1. Jakarta: Pustaka LP3ES. 1993.
-          Noer, Deliar. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: PT Pustaka LP3ES. 1996.
-          Hasbullah, Moeflich(ed}.Asia Tenggara SebagaiKonsentrasiBaruKebangkitanIslam. Bandung:Fokusmedia. 2003.
-          M. Ali Kettani. Minoritas Muslim di Dunia Dewasa Ini. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2005.
-          Dr. Munzir Hitami. Sejarah Islam Asia Tenggara. Pekanbaru: Alaf Riau. 2006..
-          Qomar, Mujamil. Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju DemokratisasiInstitusi. Jakarta: Erlangga. 2008.
-          Ajid Thohir. Studi Kawasan Dunia Islam (Perspekftif Eno-Linguistik dan Geo-Politik). Jakarta: PT RajaGrafindo. 2009.
-          Helmiati. Sejarah Islam Asia Tenggara, Pekanbaru: Zanafa Publishing bekerja sama dengan Penerbit Nusa Dua Media. 2011.

Sumber Internet :
-          Sekolah; milestone. Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiah. [E-book] Singapura: Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiah, 2007
-          Mohamed Lazim Razak. SEPATU; Student Handbook untuk Irsyadians. Singapura: Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiah.
-          Pdf, Madrasah Singapura Berkurikulum Modern.
-          Petra Weyland, “International Muslim Networks and Islam in Singapore” dalam Journal SOJOURN, Social Issues in Southeast Asia, Vol 5 Number 2.
-          Website PP Al-Irsyad Al-Islamiyyah: www.alirsyad.org
-          http://jurnalmetro.com




[1] Munzir Hitami, Sejarah Islam Asia Tenggara, Pekanbaru: Alaf Riau, 2006. hal: 32.
[2]Ajid Thohir, Studi Kawasan Dunia Islam, Perspekftif Eno-Linguistik dan Geo-Politik Jakarta: PT RajaGrafindo, 2009. Hal 376.
[3] M. Ali Kettani, Minoritas Muslim di Dunia Dewasa Ini, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005. hal  221.
[4] Ajid Thohir, Studi Kawasan Dunia Islam (Perspekftif Eno-Linguistik dan Geo-Politik), Jakarta: PT RajaGrafindo, 2009.hal 379.
[5]  Munzir Hitami, Sejarah Islam Asia Tenggara, Pekanbaru: Alaf Riau, 2006. hal 32.
[6] Istilah-istilah seperti “sufi” versus “ortodoks” disini hanya untuk mebedakan jalan Islam yang berorientasi mistik dan skriptural-cum-yuridis. Sufi Islam seperti yang kita diskusikan ini betul-betul mempersepsi dirinya sebagai ortodoks dalam arti penganutan yang keras pada Qur’an dan Sunnah.
[7]Ibid, hal 32.
[8] Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, Bandung: Mizan, 1994. hal: 203- 271.
[9] Ira M. Lapidus Ira M Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1991. hal 764.
[10] Taufik, Abdullah, dan Sharon Siddique(ed),Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, Jakarta: LP3ES, 1989. hal: 396
[11]Ibid,  hal: 397-398.
[12] M Ali Kettani, “Minoritas Muslim di Dunia Dewasa Ini”, Jakarta : PT Grafindo Persada, 2002, hal: 20
[13] Saiful Muzani, “Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara”, Jakarta : LP3ES, 1993 hal: 32.
[14] http://majlisdzikrullahpekojan.org/artikel-umum/sejarah-singkat-kampung-pekojan.html
[15] M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1995. Cet.1. hal: 413.
[16] Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3S, 1982.  Cet. 2, hal: 66-68.
[17] Deliar Noer, Op.Cit., hal: 66.
[18] Kata “Madrasah” dalam bahasa Arab adalah bentuk kata “keterangan tempat” (zharaf makan) dari akar kata “darasa”. Secara harfiah “Madrasah” diartikan sebagai “tempat belajar pada pelajar”, atau”tempat untuk memberikan pelajaran”.
[19] Ahmad Syalabi, Tarikh Al-Tarbiyyah al-Islamiyyah, Mesir: al-Kasyaf, 1954, hal: 20.
[21] Sekolah; milestone. Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiah. [Online]
[22] [E-book] Singapura: Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiah, 2007.
[23] Mohamed Lazim Razak. SEPATU; Student Handbook untuk Irsyadians. Singapura: Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiah.
[24] Sekolah; milestone. Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiah. [Online]
[25] [E-book] Singapura,.......
[26] http://www.smamda.net
[30]Taufik, Abdullah, dan Sharon Siddique(ed),Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, Jakarta: LP3ES, 1989. hal: 402-403.
[31] Pdf, Madrasah Singapura berkurikulum Modern.
[33] http://jurnalmetro.com

By: Mitra Zalman follow https: //twitter.com/ajo_mizal 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar