PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Islam hadir di Asia
Tenggara sebagai agama yang mempunyai sifat akomodatif dengan karakteristik
yang berbeda dalam hal penyampaian serta penyebarannya jika dibandingkan dengan
daerah-daerah lain di Asia tenggara. Kata kunci untuk memahami Sejarah Islam di
Asia Tenggara adalah Kompleksitas, Islam tiba di Wilayah Asia Tenggara melalui
suatu proses damai yang berlangsung selama berabad-abad, yang lazim diketahui
adalah Islam masuk ke wilayah Asia Tenggara melalui para pedagang, baik dari
Arab, Cina maupun Gujarat. Kerajaan-kerajaan Islam pun tidak luput dari
peranannya dalam menyebarkan agama Islam, masing-masing menyebarkan kekuasaan
salah satunya untuk menyebarkan Islam. Tidak banyak terjadi penaklukan militer, pergolakan politik atau pemaksaan
struktur kekuasaan dan norma-norma dari luar negeri.
Dalam
penyebarannya di seluruh Asia Tenggara, Islam juga menghadapi kompleksitas
geografis kawasan Asia Tenggara dengan berpulau-pulau, setidaknya Islam tumbuh
dan menyebarkan pengaruhnya ke seluruh kepulauan.Islam
masuk ke Singapura tidak dapat dipisahkan dari proses masuknya Islam ke Asia
Tenggara secara umum, karena secara geografis Singapura hanyalah salah satu
pulau kecil yang terdapat di tanah Semenanjung Melayu.[1]
Seiring dengan
berjalannya waktu, Islam di Singapura dalam perkembangannya bukan hanya pada
aspek dinamika dan kuantitas, tetapi juga merambah kepada aspek pendidikan
seperti berdiri dan adanya lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti Pesantren
dan Madrasah yang berada di Singapura.
Diantara Lembaga-lembaga
Pesantren dan Madrasah di Singapura itu adalah berdirinya Madrasah Al-Irsyad
Al-Islamiyyah sebagai lembaga pendidikan Islam di Singapura yang bersifat
modern dalam perkembangannya.
Pembatasan
Masalah
Agar mudah dipahami dan
menghindari melebarnya pembahasan, sesuai dengan judul yang ditulis dan tercantum,
yaitu “Madrasah di Singapura Studi kasus:Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyah ” maka
yang menjadi pokok permasalahnnya adalah Bagaimana sejarah dan Perkembngan Madrasah
Al-Irsyad Al-Islamiyah ?adapun yang menjadi fukus pembasanyanya adalah:Sekilas
tentang Singapura, sejarah dan
perkembangan Islam disana.Latar belakang Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyah (akar historisnya).pembahaasanmengenai
Akademik dan Kurikulum. Dan Pengaruh atau peranan Al-Irsyad di salah satu
bidang.
PEMBAHASAN
Sekilas Tentang
Singapura
Singapura adalah sebuah pulau yang
terletak diujung Semenanjung Tanah Melayu, yang awalnya bernama "Pulau
Ujung" (Pu-Lo-Chung), "Salahit" atau Selat, dan berikutnya
Temasek", "Tumasik"(Jawa), "Tam-ma-sik" (China).
Istilah Singapura sendiri muncul pada tahun 1299 ketika Pangeran Sang Nila
Utama singgah di pulau ini dan menemukan seekor binatang seperti Singa, sehingga pulau itu disebut Lion City (Kota
Singa). Versi lain mengatakan bahwa pada abad ke-14 pulau ini menjadi tempat
singgahnya para pedagang Majapahit sehingga Singapura berarti “kota” (Pura)
“singgah” (Singgah).[2]
Sebagai sebuah negara imigran yang era
modernnya selalu dihitung sejak Stamford Raffles menemukannya pada tahun 1819,
serta mendapatkan kemerdekaan penuhnya pada 9 Agustus 1965 dan selanjutnya
bergabung menjadi salah satu anggota PBB dengan presiden pertama Yusof bin
Ishak. Penduduk negara pulau ini adalah multi etnis. Dari jumlah penduduk
4.131.200 jiwa, etnis China sebanyak 79.7%, Melayu 13.9%, India 7.9%, dan etnis
lain sekitar 1.5%. Dengan demikian etnis China adalah etnis mayoritas, disusul
Melayu dan India. Etnis melayu sebagian besar berasal dari imigran Sulawesi,
Bawean, dan lain-lain. Menurut Ali Kettani pada tahun 1980 menunjukan bahwa
jumlah penduduk Singapura 2.414.000 orang, diantaranya 400.000 adalah Muslim
atau 17% penduduk. Dalam sensus 1980, dari 400.000 muslim, sekitar 360.000
adalah Melayu, 34.000 India, 6.000 China.[3]
Singapura menganut sistem sekuler, di
mana pemerintah menerapkan netralitas terhadap semua agama yang ada.
Berdasarkan hasil sensus tahun 2000, diketahui bahwa penduduk Singapura yang
berumur di atas 15 tahun menganut beberapa agama, yaitu Budha 42.5%. Islam
14.9%, Kristen 14.6%, Tao 8.5%, Hindu 4.0% dan agama lain (Yahudi, Zoroaster,
dan lain-lain 0.6%). Kecuali itu, masih ada sekitar 14.8% yang tidak memiliki
atau menganut agama tertentu.
Sampai sekarang ini belum ditemukan
bukti-bukti yang jelas kapan pertama Islam masuk ke Singapura, tetapi berdasarkan
perkiraan, sezaman dengan masa-masa aktifnya para pedagang muslim di Malaka.
Karena pada abad ke-8 para pedagang muslim ini telah sampai ke Kanton, China
yang kemungkinan besar akan selalu singgah di pulau-pulau yang telah
berpenduduk di semenanjung tanah-tanah melayu. Di samping sebagai pedagang para
muslim ini, tampaknya telah menjadi guru-guru agama serta imam di tengah-tengah
kelompok masyarakat setempat, tokoh Abdullah Bin Abdul Kadir Munsyi merupakan
salah satu dari sekian pedagang asing (asal Ceylon) yang menjadi kenyataan
seperti itu. Mereka mengajarkan Al-qur’an dan madrasah-madrasah sehingga
orang-orang kampung senang pada kegiatan macam itu, sampai ia memperistri
penduduk setempat.[4]
Sejak abad ke-15, pedagang Muslim
menjadi unsur penting dalam perniagaan wilayah Timur, tak terkecuali Singapura.
Beberapa pedagang di antaranya ada yang menetap dan menjalin hubungan
perkawinan dengan penduduk setempat. Lama kelamaan membentuk suatu komunitas
tersendiri. Dalam komunitas muslim ini juga sudah terdapat sistem pendidikan
agama di rumah-rumah, yang kemudian dilanjutkan di surau-surau dan mesjid. Pada
tahun 1800-an kampung Glam dan kawasan Rocor menjadi pusat pendidikan
tradisional. Dalam hal ini guru-guru dan imam mereka sangat berpengaruh dalam
mempraktekkan agama dan upacara-upacara sosial keagamaan. Dengan demikian
guru-guru dan imam sangat penting peranannya dalam memupuk penghayatan
keagamaan pada masyarakat Muslim Singapura. Sama dengan halnya Muslim di
kawasan Asia Tenggara lainnya, Muslim Singapura pada masa awal menganut mazhab
Syafi’i dan berpaham teologi Asy’ariyah.
Pada fase awal, Islam yang disuguhkan
kepada masyarakat Asia Tenggara lebih kental dengan nuansa tasawuf. Karena itu,
penyebaran Islam di Singapura juga tidak terlepas dari corak tasawuf ini.
Buktinya pengajaran tasawuf ternyata sangat diminati oleh ulama-ulama setempat
dan raja-raja Melayu. Kumpulan tarekat sufi terbesar di Singapura yang masih
ada sampai sekarang ialah Tariqah ‘Alawiyyah yang terdapat di Masjid Ba’lawi.
Tarekat ini dipimpin oleh Syed Hasan bin Muhannad bin Salim al-Attas.[5]
Islam di Singapura tidak terbatas pada
ortodoksi tradisinya, sufisme adalah yang terpenting.[6]
Islam tarekat menemukan jalannya ke kepulauan timur pada saat yang hampir sama
dengan yang dilakukan Islam ortodoks, menurut Snouck Horgronje, dan juga
disebarkan oleh para pedagang Arab yang bercampur baur dengan penduduk lokal.
Apa jenis Islam yang dianut oleh seseorang, banyak ditentukan oleh latar
belakang sosialnya. Pada umumnya Muslim Melayu yang miskin dan buta huruf
mempunyai konsep tentang Islam, baik itu bersifat mistis atau bukan yang sangat
bercampur baur dengan adat lokal. Tentu saja ortodoksi yang terdidik memandang
praktek-praktek ini dengan cemas dan dengan demikian menjadikan mereka menjadi
objek aktivitas dakwah mereka.
Selain tarekat itu ada juga dijumpai
tarekat Al-Qadiriyyah Wa al
Naqshabandiyyah yang berpusat di Geylang Road yang dikelola oleh organisasi
PERTAPIS (Persatuan Taman Pengajian Islam). Tarekat ini berasal dari Suryalaya,
Tasik Malaya, Jawa Barat. Gurunya bernama K.H Ahmad Tajul ‘Ariffin dan Haji Ali
bin Haji Muhammad. Tarekat lainnya yang diamalkan di Republik Singapura ialah
Al-Shaziliyyah, Al-Idrisiyyah, Al-Darqawiyyah dan Al-Rifa’iyyah.[7]
Selain tarekat Naqsyabandiyah, di Singapura juga berkembang tarekat
Muhammadiyah. Pendirinya, Syekh Muhammad Suhaimi bin Abdullah, memilih
Singapura sebagai tempat tinggalnya selama 40 tahun. Setelah beliau meninggal,
tarekat ini disebarluaskan oleh anak cucunya dan para ‘khalifah’ yang telah
dilantik oleh Syekh Suhaimi sendiri. Tarekat ini kemudian menjadi terkenal di
tangan Ustadz Ashari bin Muhammad, pendiri dan pemimpin Darul Arqam.
Sewaktu Thomas Stamford
Raffles bertindak sebagai perwakilan dari Perusahaan India Timur Inggris (PIT,
English East Indies) menandatangani perjanjian perdagangan dengan pemimpin
Singapura pada January 1819, mayoritas penduduk Singapura adalah kelompok etnis
Melayu. Namun demikian kebijakan dan fasilitas baru yang diciptakan Rafles
mengubah komposisi masyarakat Singapura, khususnya setalah dilakukan impor
buruh dan tenaga migran dalam skala besar dari China.
Singapura merupakan bagian
dari negara Muslim Johor dulunya, akan tetapi pada akhir tahun 1824 Ingris
memaksakan perjanjian dan mendesak Kesultanan Johor untuk menyerahkan Singapura
kepada Inggris. Pada saat Singapura baru dikuasai Inggris, saat itu berpenduduk
sedikit dengan mayoritas Islam melayu, akan tetapi Inggris segara mengambil
kebijakan untuk membebaskan sebanyak banyaknya para imigran yang kebanyakan
beretnis Cina untuk bermigrasi ke Singapura, dan mayoritas imigran Cina itu non
muslim.
Sejauh menyangkut
penyebaran syiar Islam, Singapura juga berperan sebagai tempat penerbitan
buku-buku keislaman seperti Tarjuman
al-Mustafid karya Adul Rauf al-Singkili, Hidayat al-Salikin dan Sayr
al-Salikin karya Imam al-Ghazali dan banyak lagi lainnya.[8]
Yang lebih penting lagi adalah bahwa Singapura juga berperan sebagai pusat
dakwah dan informasi bagi kaum reformis.
Pada tahun 1876
orang-orang Jawi Peranakan mulai menerbitkan surat kabar dan majalah Melayu
yang digunakan sebagai pengajaran di sekolah-sekolah Melayu. Mereka mensponsori
penerbitan roman-roman dan puisi Melayu dan menterjemahkan teks-teks keagamaan
Arab. Mereka berusaha untuk mensejajarkan bahasa Melayu dengan bahasa Inggris
dan menyerap bahasa Arab ke dalam bahasa Melayu. Syekh Muhammad Tahir
(1867-1957), yang telah belajar di Mekkah dan menyerap pemikiran-pemikiran
Abduh, menerbitkan majalah Al-Imam di Singapura. Al-Imam mencoba membangkitkan
umat Islam akan pentingnya pendidikan.
Al-Imam menekankan
pentingnya pemakaian akal dalam persoalan-persoalan keagamaan dan menantang
keyakinan dan praktek-praktek adat. Orang-orang Arab, Jawi Peranakan dan
orang-orang Melayu, juga telah mensponsori rekonsiliasi reformisme Islam dan
orde-orde Naqsyabandiyah dan Qadiriyah dari Mekkah dan Kairo. Dari Singapura
pembaharuan Islam menyebar ke bagian-bagian lain Asia Tenggara melalui
perdagangan, haji dan gerakan para mahasiswa, para guru agama dan sufi. Peran
terkemuka Singapura dan Penang dengan demikian adalah sebagai
perantara-perantara budaya; menerjemahkan kemurnian baru, rasionalisme dan
vitalitas Islam ke dalam bahasa Melayu dan juga ke dalam istilah-istilah yang
relevan dengan kerangka lokal, Nusantara-Melayu.[9]
Pada pertengahan abad
ke-19, ketika pemerintah Hindia-Belanda membatasi dan melakukan represi
terhadap calon jemaah haji, banyak di antara mereka yang menggunakan Singapura
sebagai pilihannya. Karena perlunya pengaturan bagi perjalanan haji, pada tahun
1905 Dewan Legislatif mengeluarkan sebuah ordonansi sebagai landasan pengaturan
dan pengawasan agen perantara perjalanan haji. Dan mengharuskan para agen
perjalanan haji untuk memiliki surat izin.[10]
Sebagai sebuah negara
imigran yang era modernnya selalu dihitung sejak Stamford Raffles menemukan
pada tahun 1819, mendapatkan kemerdekaan penuhnya pada 9 Agustus 1965 dan
selanjutnya bergabung menjadi salah satu anggota PBB dengan presiden pertama
Yusof bin Ishak.
Sejak awal abad ke-20,
warga Muslim, khususnya keturunan Arab dan India, mulai dilibatkan dalam
berbagai dewan pekerja Inggris. Karena banyaknya keluhan yang berkaitan dengan
tindakan salah urus di dalam badan-badan keagamaan, maka pada tahun 1905
ditetapkan Mahomedan and Hindu Endowment Board (Dewan Penyokong Bagi
Pemeluk Islam dan Hindu), yang dimaksudkan untuk mengatur masalah wakaf. Dewan
ini berjalan sampai tahun 1941 dan diaktifkan kembali tahun 1946. Setelah tahun
1948 diangkat dua orang dari wakil komunitas Muslim. Pada tahun 1952 Dewan ini
diubah namanya menjadi Muslim and Hindu Endowment Board. Dan berlangsung
sampai pembubarannya pada tahun 1968. Tonggak berikutnya pada tahun 1951
dibentuk Mohamedan Advisory Board (Dewan Penasehat Urusan Muslim), yang
dimaksudkan sebagai badan yang memberikan nasehat-nasehat kepada pemerintah
mengenai persoalan-persoalan komunitas Muslim.[11]
Pada tahun 1963,
Singapura bergabung dengan Malaysia sebagai salah satu dari 14 negara. Namun
persatuan ini tidak berlangsung lama. Demikianlah, perjanjian ditandatangani
bagi Singapura untuk melepaskan diri
sebagai Republik merdeka. Perjanjian ini efektif pada 9 Agustus 1965, hingga
menciptakan satu minoritas Islam baru di Singapura[12].
Pemisahan Singapura dari Negara Federasi Malaysia merupakan pengalaman pahit
bagi masyarakat melayu dan peristiwa ini merupakan malapetaka karena Singapura
telah dipisahkan dari saudaranya sesama Melayu.
Pemerintahan Inggris
melakukan berbagai usaha modernisasi dalam bidang perdagangan dan ekonomi,
sejak Singapura berdiri sendiri menjadi republik dengan membuka peluang migrasi
tenaga yang lebih cakap daripada pelbagai suku, khususnya etnik China, India
dan dari barat lainnya[13].Akibatnya
etnik Melayu yang pada mulanya mayoritas semakin terdesak hingga akhirnya
menjadi minoritas dengan persentase jumlah penduduk.
Latar
Belakang Lahirnya Al-Irsyad dan Akar Historisnya
Pekojan merupakan
daerah multi etnis pada tahun 1900. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan
terdapatnya dua komunitas imigran Arab dan Cina. Tentu saja kedatangan atau
keberadaan mereka bedasarkan hasil keturunan dan menetap lama di Pekojan. Atau
mereka singgah ke daerah tersebut untuk melakukan perdagangan. Pekojan terletak
di kelurahan Pekojan, Tambora Jakarta Barat.
Pekojan merupakan
tempat enterport sementara bagi para
pendatang Arab yang berasal dari Hadramaut, Yaman. Jadi, para pendatang Arab
yang sudah tiba di Jakarta (Batavia saat itu), harus tinggal di daerah ini
untuk sementara waktu.[14]
Hal tersebut merupakan suatu kebijakan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah
Belanda. Mungkin saja pada saat itu Batavia sudah menjadi daerah pusat ekonomi
atau kawasan urbanisasi (imigran) baik dari dalam negeri maupun luar negeri
untuk mengadu nasib di Batavia. Dapat kita bayangkan, kebijakan pemerintah
Belanda itu untuk mengatur arus jumlah penduduk yang makin lama semakin naik
atau padat penduduk. Baik dari orang-orang pribumi lainya, Cina, India dan
Arab. Apalagi Sunda Kelapa, namanya sudah tersohor sebagai pusat perdagangan
internasional di pulau Jawa Barat, setelah Banten.[15]
Jadi, para pedagang atau mubaligh dari Hadramaut sebelum melakukan perjalanan
ke daerah lain, maka para pendatang tersebut harus tinggal sementara di Kampung
Pekojan, serta harus memiliki paspor jika ingin keluar atau pindah dari daerah
tersebut.
Dalam perkembangannya,
masyarakat atau kelompok orang-orang Arab Hadramaut, secara tidak langsung
maupun langsung pastinya terjalin interaksi dengan orang-orang atau peduduk
lokal setempat. Hal tersebut, dampak dari kebijakan enterport sementara oleh pemerintah Belanda. Dikutip dari buku, “Gerakan Modern Islam di Indonesia
1900-1942,” buah pena Deliar Noer, “kedatangan orang-orang Arab di Jakarta
pada saat itu, untuk mengadu nasib atau mencari peruntungan dalam bidang
perdagangan.” Jadi, pada saat itu (awal 1900an), motif kedatangan Hadramaut
tidak lain hanya untuk berdagang.[16]
Kemudian, setelah lama
mengadakan interaksi dengan penduduk lokal, maka terjadilah perkenalan,
perkawinan antara orang atau pedagang Arab dengan penduduk lokal. Kehadiran
para pedagang Arab ini, terdiri dari anak muda. Peran khafilah (pedagang) Arab waktu itu adalah mengikuti atau
berpartisipasi dengan penduduk lokal dari aspek agama dan bidang pendidikan.
Perlu kita ketahui juga bahwa dalam perkembanganya, terdapat struktur lapisan
masyarakat Arab ini terdiri dari golongan Sayid (mengakui bahwa garis ganeologi
keturunannya nabi Muhammad) dan golongan Non Sayid (golongan masyarakat biasa).
Dari perkembangan kedua golongan tersebut, mengalami polemik kontroversi dari
pihak golongan Sayid, sebab apa benar pedagang atau ulama Arab Sayid itu
benar-benar keturunan Nabi atau sebagai simbolis seseorang untuk dikagumi oleh
penduduk lokal. Bahkan kontroversi itu sendiri tidak hanya ditentang oleh
golongan Non Sayid (masih berketurunan Arab), dan juga oleh para penduduk lokal
yang berfikir modern.
Dalam perkembangannya,
Madrasah Al-Irsyad Islamiyah lahir dari perpecahan intern dalam tubuh Jamiat
Al-Khaer. Hal
tersebut dibuktikan atau ditandai dengan pendapat-pendapat kedudukan seorang
sayid. Golongan sayid ini ingin selalu dihormati oleh penduduk lokal. Kemudian
masalah perkawinan, golongan sayid selalu mencari pasangan isteri dari kalangan
syarifah (keturunan wanita yang
mengakui keturunan Nabi Muhammad dari garis keturnan Fatimah).[17]
Kemudian permasalahan lainya adalah tradisi mencium tangan.
Menurut golongan sayid, “Jika kelompok sayid bertemu dan bersalaman kepada Non
Sayid maka ia harus menciun tangannya. Maka dari kedua contoh tersebut, Jamiat
Khear mengalami degradasi perpecahan. Bahkan sebagaian ulama yang dahulunya
ikut juga berperan memajukan sekolah Islam pertama ini, keluar dan mendirikan
sekolah Islam baru yang bernama Al-Irsyad. Sebenarnya dari kedua masalah
konflik tadi yang telah dijelaskan, perihal perkawinan dan mencium tangan
merupakan kesalah pahaman menafsirkan golongan sayid merupakan golongan yang
tertinggi dalam lapisan masyarakat, sedangkan para ulama modern seperti Ahmad
Soekarti. Pada prinsipnya, bahwa manusia di mata Allah adalah sama, hanya yang
berbeda ialah pengalaman dan ibadah (ketaqwaannya)
Sejarah dan Perkembangan Al-Irsyad
Al-Islamiyah di Singapura
Dalam sejarah Islam, Madrasah[18]
sudah menjadi fenomena menonjol sejak awal abad 11-12 M (abad 5 H). Khususnya
ketika wazir Bani Saljuk Nizam al-Mulk mendirikan Madrasah Nizamiyyah di
Baghdad. Kebanyakan penulis Islam juga membuktikan bahwa lembaga pendidikan itu
merupakan salah satu bentuk khas dari tradisi pendidikan Islam, terutama di
kalangan kaum Sunni. Sebelum pertumbuhan madrasah, praktek-praktekpendidikan
Islam lebih banyak dilakukan di masjid-masjid dan kuttab-kuttab di samping
beberapa pusat studi seperti Dar al-Hikmah.[19]
Mengenai Sejarah awal munculnya
pendidikan Islam di Singapura tidak dapat diketahui dengan pasti. Yang jelas
pendidikan Islam telah ada pada fase awal kedatangan Islam ke Singapura itu
sendiri. Pendidikan Islam di Singapura di sampaikan para ulama yang berasal dari
negeri lain di Asia Tenggara atau dari negara Asia Barat dan dari benua kecil
India. Para ulama tersebut diantaranya ialah Syaikh Khatib Minangkabau, Syaikh
Tuanku Mudo Wali Aceh, Syaikh Ahmad Aminuddin Luis Bangkahulu, Syaikh Syed
Usman bin Yahya bin Akil (Mufti Betawi), Syaikh Habib Ali Habsyi (Kwitang
Jakarta), Syaikh Anwar Seribandung (Palembang), Syaikh Mustafa Husain (Purba
Baru Tapanuli), Syaikh Muhammad Jamil Jaho (Padang Panjang) dan lain-lain.[20]
Seperti di negara lain, pendidikan agama
Islam di Singapura dijalankan mengikuti tradisi dan sistem persekolahan modern.
Sistem tradisional, mengikuti pola pendidikan Islam berdasarkan sistem
persekolahan pondok di Malaysia dan Patani atau pesantren di Indonesia.
Adapun sistem modern adalah melalui
sistem sekolah yang merujuk ke Mesir dan Barat, yang dikenal dengan madrasah,
sekolah Arab atau sekolah Agama. Salah satu Lembaga Pendidikan Islam yang ada
di Singapura adalah Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyah yang berdiri pada tahun
1947. Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyah didirikan sebagai Mahadul Irsyad di
Hindhede Road (off Upper Bukit Timah Road) dimana desa yang disebut Kampung Quarry dulu. Itu
awalnya sebuah sekolah di desa kecil dan sekitar ada 50 siswa dan didirikan
untuk menyediakan pengetahuan dasar tentang Al-Qur’an kepada penduduk desa.[21]
Awal sistem pendidikannya diadopsi dari Johor, Malaysia, tetapi mulai dari
1965, tidak seperti madrasah lain seperti Al-Junied dan Alsagoff, Al-Irsyad
tidak di danai oleh orang Arab
yang kaya, mereka berjuang untuk mengumpulkan dana dalam pemeliharaan sekolah
sejak didirikan. Menurut Ustadz Idris Bin Haji Ahmad,
para Kepala Mahadul Irsyad pada 1950-an dan 1960-an, guru dan penduduk desa
dianjurkan untuk mengumpulkan dana dalam mendirikan dan mengurus madrasah ini.[22]
Pada perkembangan selanjutnya, tepatnya
pada tahun 1991. Banyak desa dan salah satunya desa yang di tempati madrasah
al-Irsyad al-Islamiyyah.[23]
Banyak dipengaruhi oleh proyek-proyek pembangunan kota kembali, memang awalnya
madrasah al-Irsyad al-Islamiyyah adalah merupakan sekolah tua yang tidak
terpakai. Hingga tahap tahun 1991-1996, madrasah ini mempunyai siswa sekitar
400 orang,[24] pada
saat itu juga madrasah ini berada dibawah pengelolaan MUIS (Majlis Ugama Islam
Singapura). Pada tahun 1998 siswa madrasah ini kian meningkat dibanding
tahun-tahun sebelumnya yakni mencapai 900 siswa.[25]
Pada tahap perkembangan selanjutnya,
Al-Irsyad Islamiyyah Singapura sekolah yang tidak ada hubungannya dengan
Al-Irsyad Indonesia merupakan sekolah independen atau swasta yang dikelola oleh
warga Singapura muslim dengan manajemen yang lebih modern dan berwawasan
global. Dan masyarakat Singapura etnis melayu. Berharap banyak dapat
menimba ilmu dalam pengelolaan sekolah Islam yang berwawasan global.[26]
Akademik dan Kurikulum
Lembaga pendidikan Islam (madrasah)
di Singapura dikelola secara modern dan profesional, dengan kelengkapan
perangkat keras dan lunak. Dari seluruh madrasah Islam sebanyak enam buah,
seluruhnya di bawah naungan Majelis Ugama Islam Singapura (MUIS), sistem
pendidikan diterapkan dengan memadukan ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum.
Keenam madrasah itu adalah madrasah Al-Irsyad Al-Islamiah, madrasah Al-Maarif
Al-Islamiah, madrasah Alsagoff Al-Islamiah, madrasah Aljunied Al-Islamiah,
madrasah Al-Arabiah Al-Islamiah, dan madrasah Wak Tanjong Al-Islamiah. Selain
pendidikan agama Islam, siswa juga belajar tentang subjek umum. Para siswa
mempelajari agama Islam sementara mereka juga mempelajari subjek-subjek non
Islam. Madrasah Al Irsyad Al Islamiah di Singapura menjadi contoh
pendidikan Islam yang sejalan dengan dunia modern di negeri singa tersebut.[27]
Kurikulum yang dipakai di Madrasah
Al Irsyad Al Islamiah memadukan materi pendidikan lokal dan internasional
bernapas Islam dalam kegiatan belajar mengajar. Bahasa Inggris menjadi bahasa
pengantar yang dominan, baik di dalam kelas maupun di laboratorium komputer,
laboratorium ilmu pengetahuan, maupun perpustakaan.[28]Para siswa diajarkan berbagai
mata pelajaran dalam pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab. Mata pelajaran
lainnya menyesuaikan dengan mata pelajaran dasar sekolah negari, seperti Bahasa
Inggris, Bahasa Melayu, Matematika, dan lain-lain.Selain para siswa mempelajari
agama Islam sementara mereka juga mempelajari subjek-subjek non Islam, membuat
madrasah Al-Irsyad Al Islamiah di Singapura menjadi contoh pendidikan Islam
yang sejalan dengan dunia modern di negeri singa tersebut.
Madrasah yang didirikan
oleh Ahmad Soorkati dan berkembang pesat di Singapura sebagai sekolah
berdasarkan Islam yang modern memiliki kurikulum pembelajaran ganda, selain
belajar agama Islam, para siswanya juga mempelajari ilmu-ilmu modern sains dan
teknologi, sehingga madrasah Al Irsyad Al Islamiah di Singapura menjadi contoh
pendidikan Islam yang sejalan dengan dunia modern di negeri singa tersebut.
Saat di kelas, siswa mempelajari subjek agama seperti halnya mata pelajaran
lain, seperti Bahasa Inggris, Matematika, dan mata pelajaran lain sesuai
kurikulum nasional. Demi mengakomodasi kurikulum ganda, Islam dan nasional, sekolah
memiliki waktu sekolah tiga jam lebih panjang dari pada sekolah umumnya.
Madrasah Al Irsyad menempati urutan pertama dari enam madrasah yang ada di
negeri Singa tersebut. Selain menganut kurikulum modern, institusi pendidikan
Islam tersebut juga memiliki titik utama sebagai Islamic Center dari Dewan
Agama Islam Singapura, dewan penasihat yang memberi masukan kepada pemerintah
perihal urusan menyangkut Muslim.[29]
PendidikanbahasaInggrismenjadipintu-pintulapangankerja
yang terpandangdalamposisirendahbirokrasikolonial,
perusahaandantoko-tokoInggris, serta bank-bank.Sejakpertengahanabad ke-19,
golonganJawi-Peranakan, melaluiprioritasnyapadapendidikan,
merekasangataktifdalampenerbitan, jurnalismedanmempromosikanbahasaMelayu yang
merekakuasai[30].
Seperti sekolah-sekolah
nasional, sekolah pendidikan dasar di Irsyad membutuhkan waktu enam tahun.
Namun, karena mata pelajaran agama di
al-Irsyad lebih banyak, siswa belajar di atas mata pelajaran utama, jam
pelajaran siswa sekolah al-Irsyad berakhir pada sekitar 4:00 sore.
Siswa-siswa belajar
mata pelajaran umum juga seperti bahasa Inggris, Matematika, Sains dan Melayu
di sekitar dengan cara yang sama. Mereka menggunakan buku teks yang sama, duduk
dan menggunakan bahasa Inggris sebagai media bahasa.Untuk mata pelajaran Agama,
media bahasa Inggris dan juga buku yang ditulis itu kebanyakan diproduksi oleh MUIS. Silabus ini berfokus
pada pengembangan identitas Islam dan karakter. Namun, masih ada penekanan pada
siswa untuk melengkapi dengan landasan bahasa Arab yang kuat.
Memang Selain
pendidikan agama Islam, siswa juga belajar tentang subjek umum
Singapura. Para siswa mempelajari agama Islam sementara mereka juga mempelajari subjek-subjek non Islam, membuat madrasah Al Irsyad Al Islamiah di Singapura menjadi contoh pendidikan Islam yang sejalan dengan dunia modern di negeri singa tersebut."Ini seperti halnya American Idol," ujar Razak Mohamed Lazim, kepala Al Irsyad seperti yang dikutip oleh New York Times, 23 April. Di dalam sekolah siswa memulai harinya dengan doa dan puja-puji shalawat terhadap Nabi Muhammad SAW. Saat di kelas, siswa mempelajari subjek agama seperti halnya mata pelajaran lain, seperti Bahasa Inggris, Matematika, dan mata pelajaran lain sesuai kurikulum nasional seperti yang disebutkan di atas.
Singapura. Para siswa mempelajari agama Islam sementara mereka juga mempelajari subjek-subjek non Islam, membuat madrasah Al Irsyad Al Islamiah di Singapura menjadi contoh pendidikan Islam yang sejalan dengan dunia modern di negeri singa tersebut."Ini seperti halnya American Idol," ujar Razak Mohamed Lazim, kepala Al Irsyad seperti yang dikutip oleh New York Times, 23 April. Di dalam sekolah siswa memulai harinya dengan doa dan puja-puji shalawat terhadap Nabi Muhammad SAW. Saat di kelas, siswa mempelajari subjek agama seperti halnya mata pelajaran lain, seperti Bahasa Inggris, Matematika, dan mata pelajaran lain sesuai kurikulum nasional seperti yang disebutkan di atas.
Madrasah Al Irsyad Al
Islamiah sendiri memiliki total siswa 900 orang seperti yang disebutkan diatas
dalam kurun waktu tahun 1996-1998, mulai dari tingkat dasar hingga menengah.
Demi mengakomodasi kurikulum ganda, Islam dan nasional, sekolah memiliki waktu
sekolah tiga jam lebih panjang dari pada sekolah umumnya. Madrasah Al Irsyad
menempati urutan pertama dari enam madrasah yang ada di negeri Singa tersebut.
Selain menganut
kurikulum modern, institusi pendidikan Islam tersebut juga memiliki titik utama
sebagai Islamic Center dari Dewan Agama Islam Singapura, dewan penasihat yang
memberi masukan kepada pemerintah perihal urusan menyangkut Muslim.
Al Irsyad dipilih untuk
menjadi pusat "percontohan" ujar Razak yang juga menjadi anggota
Dewan Agama tersebut. Muslim di Singapura diperkirakan mencapai 450 ribu hingga
500, menjadi 14 hingga 15 persen dari total populasi.
Banyak lulusan dari Al
Irsyad mengaku beruntung bersekolah di institusi tersebut. Ada yang menjadi
pegawai pemerintahan, beberapa lagi menjadi guru dan ada pula yang bekerja di
layanan sipil. Keseimbangan antara mata pelajaran Islam dan umum sangat
membantu siswa menjalani hidup normal bila dibanding dengan siswa madrasah
lain.
Madrasah di Singapura
mengalami peningkatan popularitas pada tahun 1990-an sejalan dengan
ketertarikan baru terhadap Islam. Hanya saja peningkatan itu sedikit menurun
dengan miskinnya pendidikan non-religius dalam mata pelajaran madrasah, hal
yang sempat menjadi perhatian negara.
Pada tahun 2003,
pemerintah Singapura membuat kewajiban standar pendidikan sekolah dasar untuk
diikuti semua sekolah umum, mengikutkan madrasah juga, dan memberi target agar
setiap sekolah memberikan standar dasar hingga tahun 2010 dan tahun-tahun yang
akan datang. Jika mereka gagal, mereka harus menghentikan memberikan pendidikan
dasar kepada anak-anak.
Menurut ujar Mukhlis Abu Bakar, ahli pendidikan
madrasah di Institut Pendidikan Nasional, sekaligus guru di Al Irsyad,
Peraturan tersebut memaksa madrasah mengganti kurikulum mereka tak sekedar
murni sekolah agama. Dilihat sebagai model pendidikan Islam yang segelombang
dengan dunia modern, Al-Irsyad kini bahkan menjadi model bagi banyak sekolah
serupa di kawasan Asia Selatan.
Dua madrasah di
Indonesia pun mengacu pada kurikulum Al Irsyad. Institusi itu baru-baru ini
juga melakukan perbincangan kerjasama dengan madrasah Filipina dan Thailand
dalam hal transfer model kurikulum modern.[31]
"Dunia Muslim secara umum tengah berjuang dalam pendidikan
Islam,"ujar Razak. "Dalam banyak kasus, itu juga tantangan yang dihadapi
dunia Muslim, Karena sering kali kita lupa tidak memasukkan kebutuhan Islam
sebagaikeyakinan yang harus hidup dan berinteraksi di tengah-tengah komunitas
lain dan agama lain," ujarnya.[32]
Pengaruh
atau peranan Al-Irsyad di salah satu bidang
Sebagai lembaga
pendidikan, al-Irsyad al-Islamiyyah memiliki peran penting dalam meningkatkan
kualitas pendidikan Islam di masyarakat Singapura, kurang lebih sampai tahun
1998 seperti yang disebutkan di atas sekitar 900 orang telah merasakan
pendidikan madrasah di al-Irsyad al-Islamiyyah.
Perkembangan dan
pengaruh al-Irsyad al-Islamiyyah ini sebagai lembaga pendidikan Islam tidak
hanya terbatas pada aspek pendidikan murni seperti jumlah murid atau pelajar
yang telah dibina serta lulusan-lulusan yang melanjutkan ke perguruan
tinggi.Al-Irsyad al-Islamiyyah juga berhasil menumbuhkan semangat keislaman dan
ilmu-ilmu non-islam secara modern, sehingga banyak lulusan-lulusannya yang bisa
bersaing dilapangan pekerjaan, bahkan ada yang menjadi pegawai pemerintahan di
Singapura.
Pada peranannya, selain
pendidikan formal madrasah pun, juga memberikan bekal pengetahuan agama yang
membentuk watak beriman dan bertakwa. Untuk itu, keberadaannya di tengah
masyarakat sangat dibutuhkan guna mendukung akselerasi peningkatan kualitas sumber
daya manusia. Apalagi saat ini madrasah di Singapura salah satunya al-Irsyad
al-Islamiyyah sudah cukup maju dengan melengkapi fasilitasnya sesuai dengan
kebutuhan dan perkembangan zaman, sehingga diharapkan lulusannya mampu bersaing
dengan kualitas yang memadai.[33]
KESIMPULAN
Dalam uraian pembahasan
diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa salah satu hal yang menyebabkan majunya
sebuah negara adalah diperhatikannya masalah pendidikan di negara tersebut.
Singapura sekarang ini banyak kemajuan. Pendidikan Islam di Singapura di
sampaikan para ulama yang berasal dari negeri lain di Asia Tenggara atau dari
negara Asia Barat dan dari benua kecil India.
Pendidikan agama Islam
di Singapura dijalankan mengikuti tradisi dan sistem persekolahan modern.
Sistem tradisional, mengikuti pola pendidikan Islam berdasarkan sistem
persekolahan pondok Malaysia dan Patani atau pesantren di Indonesia. Adapun
sistem modern adalah melalui sistem sekolah yang merujuk ke Mesir dan Barat,
yang dikenal dengan madrasah, sekolah arab atau sekolah agama. Singapura
mempunyai 6 Madrasah yang terkenal, diantaranya al-Irsyad al-Islamiyyah yang
terletak di Hindhede Road (off Upper Bukit Timah Road), al-Irsyad merupakan
lembaga pendidikan Islam yang dulunya mengadopsi kurikulum pendidikan di Johor
hingga modern sampai sekarang.
Perkembangan dan
pengaruh al-Irsyad al-Islamiyyah ini sebagai lembaga pendidikan Islam tidak
hanya terbatas pada aspek pendidikan murni seperti jumlah murid atau pelajar
yang telah dibina serta lulusan-lulusan yang melanjutkan ke perguruan
tinggi.Al-Irsyad al-Islamiyyah juga berhasil menumbuhkan semangat keislaman dan
ilmu-ilmu non-islam secara modern, sehingga banyak lulusan-lulusannya yang bisa
bersaing dilapangan pekerjaan, bahkan ada yang menjadi pegawai pemerintahan di
Singapura. Apalagi saat ini madrasah di Singapura salah satunya al-Irsyad
al-Islamiyyah sudah cukup maju dengan melengkapi fasilitasnya sesuai dengan
kebutuhan dan perkembangan zaman, sehingga diharapkan lulusannya mampu bersaing
dengan kualitas yang memadai.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber
Buku :
-
Shalaby, Ahmad. Sejarah
Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang. 1973.
-
Abdullah,Taufik dan Sharon Siddique (ed.). TradisidanKebangkitan
Islam diAsiaTenggara. Terj. RochmanAchwan. Jakarta: LP3ES. 1988.
-
Muzani,Saiful(ed). Pembangunan danKebangkitan Islam Asia
Tenggara. Terj. SaifulMuzanidan AbduhHisyam. Get 1. Jakarta: Pustaka
LP3ES. 1993.
-
Noer, Deliar. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942.
Jakarta: PT Pustaka LP3ES. 1996.
-
Hasbullah,
Moeflich(ed}.Asia Tenggara SebagaiKonsentrasiBaruKebangkitanIslam. Bandung:Fokusmedia. 2003.
-
M. Ali Kettani. Minoritas
Muslim di Dunia Dewasa Ini. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2005.
-
Dr. Munzir Hitami. Sejarah Islam Asia Tenggara. Pekanbaru:
Alaf Riau. 2006..
-
Qomar, Mujamil. Pesantren
dari Transformasi Metodologi Menuju DemokratisasiInstitusi. Jakarta:
Erlangga. 2008.
-
Ajid Thohir. Studi
Kawasan Dunia Islam (Perspekftif Eno-Linguistik dan Geo-Politik). Jakarta:
PT RajaGrafindo. 2009.
-
Helmiati. Sejarah Islam Asia Tenggara, Pekanbaru:
Zanafa Publishing bekerja sama dengan Penerbit Nusa Dua Media. 2011.
Sumber
Internet :
-
Sekolah; milestone. Madrasah
Al-Irsyad Al-Islamiah. [E-book] Singapura: Madrasah Al-Irsyad
Al-Islamiah, 2007
-
Mohamed Lazim Razak.
SEPATU; Student Handbook untuk Irsyadians. Singapura: Madrasah Al-Irsyad
Al-Islamiah.
-
Pdf, Madrasah
Singapura Berkurikulum Modern.
-
Petra Weyland, “International Muslim Networks and Islam in
Singapore” dalam Journal SOJOURN, Social Issues in Southeast Asia, Vol 5
Number 2.
[1] Munzir Hitami,
Sejarah Islam Asia Tenggara,
Pekanbaru: Alaf Riau, 2006. hal: 32.
[2]Ajid Thohir,
Studi Kawasan Dunia Islam, Perspekftif Eno-Linguistik dan Geo-Politik
Jakarta: PT RajaGrafindo, 2009. Hal 376.
[3] M. Ali
Kettani, Minoritas Muslim di Dunia Dewasa Ini, Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2005. hal 221.
[4] Ajid Thohir,
Studi Kawasan Dunia Islam (Perspekftif Eno-Linguistik dan Geo-Politik),
Jakarta: PT RajaGrafindo, 2009.hal 379.
[5] Munzir Hitami, Sejarah Islam Asia Tenggara, Pekanbaru: Alaf Riau, 2006. hal 32.
[6]
Istilah-istilah seperti “sufi” versus “ortodoks” disini hanya untuk mebedakan
jalan Islam yang berorientasi mistik dan skriptural-cum-yuridis. Sufi Islam
seperti yang kita diskusikan ini betul-betul mempersepsi dirinya sebagai
ortodoks dalam arti penganutan yang keras pada Qur’an dan Sunnah.
[8] Azyumardi Azra,
Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII,
Bandung: Mizan, 1994. hal: 203- 271.
[9] Ira M. Lapidus
Ira M Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1991. hal 764.
[10] Taufik, Abdullah, dan Sharon Siddique(ed),Tradisi dan
Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, Jakarta: LP3ES, 1989. hal: 396
[12] M Ali Kettani,
“Minoritas Muslim di Dunia Dewasa Ini”,
Jakarta : PT Grafindo Persada, 2002, hal: 20
[13] Saiful Muzani,
“Pembangunan dan Kebangkitan Islam di
Asia Tenggara”, Jakarta : LP3ES, 1993 hal: 32.
[14] http://majlisdzikrullahpekojan.org/artikel-umum/sejarah-singkat-kampung-pekojan.html
[15] M.C. Ricklefs,
Sejarah Indonesia Modern, Yogyakarta:
Gajah Mada University Press, 1995. Cet.1. hal: 413.
[16] Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia
1900-1942, Jakarta: LP3S, 1982. Cet. 2,
hal: 66-68.
[17] Deliar Noer, Op.Cit., hal: 66.
[18] Kata
“Madrasah” dalam bahasa Arab adalah bentuk kata “keterangan tempat” (zharaf
makan) dari akar kata “darasa”. Secara harfiah “Madrasah” diartikan sebagai
“tempat belajar pada pelajar”, atau”tempat untuk memberikan pelajaran”.
[19] Ahmad Syalabi,
Tarikh Al-Tarbiyyah al-Islamiyyah, Mesir: al-Kasyaf, 1954, hal: 20.
[21] Sekolah;
milestone. Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiah. [Online]
[22] [E-book]
Singapura: Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiah, 2007.
[23] Mohamed Lazim
Razak. SEPATU; Student Handbook untuk Irsyadians. Singapura: Madrasah
Al-Irsyad Al-Islamiah.
[24] Sekolah;
milestone. Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiah. [Online]
[25] [E-book]
Singapura,.......
[26]
http://www.smamda.net
[30]Taufik, Abdullah, dan Sharon Siddique(ed),Tradisi dan
Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, Jakarta: LP3ES, 1989. hal: 402-403.
[31] Pdf, Madrasah
Singapura berkurikulum Modern.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar